Ke-PMII-an


MAHASISWA DAN HEGEMONI KEKUASAAN
Mahasiswa sebagai bagian dari intelectual community menduduki posisi strategis dalam keterlibatannya dalam melakukan rekayasa sosial menuju independensi masyarakat dalam aspek politik ,ekonomi, sosial-budaya. Di samping dua kelompok strategis lainnya, yakni kaum agamawan dan masyarakat yang mempunyai kesadaran kritis atas situasi sosial yang sedang berlangsung. Dan pelacakan historis atas terbentuknya nation-state (negara-bangsa) di wilayahwilayah bekas jajahan memperkuat tesis di atas.
Mahasiswa dalam posisinya sebagai komunitas terdidik sebagai salah satu kunci penentu dalam suatu perubahan dalam menuju suatu kemerdekaan bangsa-bangsa.
Dus, pada perjalanan sejarah suatu bangsa ia terlibat secara aktif dalam Pengurus Besar proses penentuan arah dan strategi serta pencapaian cita-cita suatu bangsa itu sendiri.
Negara sebagai capaian filosofis tertinggi manusia abad ini, barangkali sudah menjadi keniscayaan sejarah. Hal sama jika berdirinya didasari oleh kesepakatan sosial (social contract theory) sebagai alat menuju masyarakat sejahtera, maka disana terandaikan negara sebagai sarana, medium antara, untuk mencapai cita-cita luhur disepakati bersama. Dalam realitas seperti di atas, pertanyaannya adalah mampukah rekonsiliasi antar kelompok kepentingan tetap terjaga, sehingga terhindar dari dominasi satu kelompok atas kelompok lainnya.
Deskripsi atas realitas bangsa Indonesia saat ini yang sulit dibantah adalah semakin kuatnya negara (state) dan betapa lemahnya masyarakat sipil (civil society). Fungsi semula negara sebagai alat bagi masyarakat untuk terbentuknya suatu tatanan sosial yang adil dan makmur telah bergeser menjadi alat bagi penyelenggara negara dalam memperkokoh dominasi kelompok kepentingannya. Implikasi dari realitas semacam ini, tidak berfungsinya institusi-institusi kenegaraan yang dibentuk atas nama masyarakat (baca: rakyat). Dalam spektrum yang lebih luas, terlihat dengan jelasbetapa lembaga-lemabag seperti eksekutif, legislatif, dan yudikatif baru menjadi legitimasi dari sistem pemerintahan yang demokratis.
Persoalan yang muncul berikutnya adalah pemusatan kekuatan (kekuasaan) politik, ekonomi, monopoli kekuatan politik, bahkan produk kebudayaan menjadi penyebab utama munculnya berbagai persoalan yang pada titik tertentu mengakibatkan peminggiran (baca: pelemahan) kekuatan ekonomi, pemupusan kesadaran dan kemandirian politik, masyarakat terhadap negara dalam banyak aspek kehidupan kemanusiaan, menjadi hal yang sangat dihindari. Massa mengambang sebagai akibat sekaligus produk dari tatanan yang monopolitis menjadi soal serius tersendiri yang berimplikasi pada terwujudnya masyarakat yang lemah, tidak berdaya dalam melakukan kontrol terhadap mekanisme pengeloaan negara. Empowering society (pemberdayaan masyarakat) dalam kondisi semcam ini menjadi solusi yang signifikan. Dan mahasiswa kembali menemukan tantangan, lahan garapan untuk melakukan gerakan-gerakan pemberdayaan, baik secara struktural maupun kultural. Meski dalam masyarakat mahasiswa juga mempunya persoalan internal berupa tarikan arus deras pragmatisme yang jika tidak segera diselesaikan akan menggeser rasa tanggungjawab sosial mereka.
PMII sebagai bagian dari mahasiswa harus mampu memformulasikan solusisolusi atas ebrbagai persoalan bangsa. Menentukan formula yang sistematis, strategis dengan ragam perspektif menjadi garapan serius yang harus segera diikuti dengan gerakan praktis. Tanpa ini semua, PMII akan terus-menerus terseret dalam arus pragmatisme, baik dalam aspek politis maupun ekonomis.

Atas latar belakang politik, ekonomi, dan budaya seperti di atas, PMII harus kembali ke basis mahasiswa, menciptakan diskursus intelektual pada kantongkantong kampus dan di luar kampus. PMII harus melakukan kontak intelektual dengan berbagai institusi ilmiah di dalam dan di luar negeri sehingga mampu merekam perkembangan ilmu pengetahuan (teoritis dan aplikatif) yang ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar