Senin, 18 Juli 2011

KONSEP DAN CARA PENILAIAN KEBUGARAN JASMANI MENURUT SUDUT PANDANG ILMU FAAL OLAHRAGA (bag.2)

KOMPONEN KEBUGARAN JASMANI
Komponen Kebugaran Jasmani secara anatomis terdiri dari: Ergo-sistema I (ES-I) dan Ergosistema II (ES-II).
ES-I terdiri dari:
- Kerangka dengan persendiannya
- Otot
- Saraf
ES-II terdiri dari:
- Darah dan cairan tubuh
- Perangkat pernafasan
- Perangkat kardiovaskular
Komponen Kebugaran Jasmani secara fisiologis adalah fungsi dasar dari komponen-komponen anatomis tersebut di atas yaitu:
Fungsi dasar ES-I yang wujudnya adalah:
- flexibilitas
- kekuatan dan daya tahan otot
- fungsi koordinasi saraf
Fungsi dasar ES-II yang wujudnya adalah:
- daya tahan umum, sering juga disebut sebagai daya tahan kardio-respirasi.

Gambar : Komponen Kebugaran Jasmani
Secara fungsional,
ES-I mewujudkan:
- kapasitas anaerobik yang merupakan faktor pembatas kemampuan maximal primer.
Sedangkan ES-II mewujudkan:
- kapasitas aerobik (VO2 max) yang merupakan faktor pembatas kemampuan maximal sekunder.
TES KEBUGARAN JASMANI
Hakekat Tes Kebugaran Jasmani adalah mengukur kemampuan fungsi-onal maximal yang dimiliki seseorang pada saat dilakukan pengukuran. Kemampuan fungsional diukur dari besaran kemampuan gerak yang dapat dilakukan. Besaran kemampuan gerak ditentukan oleh kemampuan tubuh menghasilkan daya (energi). Apabila tubuh dapat menghasilkan daya dalam jumlah besar, maka ia pun dapat menghasilkan daya dalam jumlah kecil, tetapi tidak berarti sebaliknya (jika daya yang dihasilkan oleh tubuh dalam jumlah kecil/sedikit maka besaran kemampuan gerak tidak bisa menjadi besar/tinggi)! Apabila kemampuan menghasilkan daya adalah besar, maka berarti ia dapat mewujudkan gerak/kerja dengan intensitas yang besar dan durasi yang lama.
Contohnya :
 Seseorang yang mempunyai VO2 max tinggi (mis. 70 ml/kg BB/men.) maka ia mampu melakukan kerja/latihan dalam waktu yang lama, dan tentu saja sangat mampu melakukannya (dengan intensitas yang sama) jika durasinya hanya singkat. Tetapi tidak sebaliknya, misalnya jika VO2 max-nya lebih rendah (mis. hanya 40 ml/kg BB/men) maka pada besaran intensitas tersebut di atas durasi gerakannya akan menjadi sangat terbatas (sangat singkat).
 Seseorang yang mampu melakukan Squat maksimal 200 kg (1 RM) akan berbeda jika dibandingkan dengan yang hanya mampu melakukan Squat maksimal 100 kg (1 RM).
Dalam kaitan dengan intensitas dan durasi ini terdapat tata hubungan fisiologis khusus yaitu: Bila intensitas gerak/kerja tinggi (besar), maka durasi gerak/kerja adalah pendek/singkat. Makin tinggi intensitas gerak/kerjanya, makin singkat durasinya. Jadi kalau mau memperpanjang durasi gerak/kerja, maka intensitas tidak boleh terlalu tinggi.
Kemampuan manusia menghasilkan daya terjadi melalui 2 mekanisme yaitu mekanisme anaerobik (tanpa menggunakan O2) dan mekanisme aerobik (dengan menggunakan O2). Intensitas gerak/kerja tergantung pada besar daya yang dihasilkan oleh mekanisme olahdaya (metabolisme) anaerobik. Makin besar daya yang dapat dihasilkan oleh mekanisme olahdaya anaerobik, makin besar intensitas gerak/kerja yang dapat diwujudkan. Pembentukan daya secara anaerobik diwujudkan melalui 2 (dua) mekanisme yaitu mekanisme anaerobik yang tanpa menghasilkan asam laktat (anaerobik alaktasid) dan mekanisme anaerobik yang menghasilkan asam laktat (anaerobik laktasid).
Pada tes Kebugaran Jasmani, daya dari mekanisme anaerobik alaktasid dipergunakan untuk mewujudkan gerakan-gerakan ledak (explosive) maximal.
Contoh gerakan-gerakan ledak :
 vertical jump,
 standing broad jump,
 sprint 30 M maximal.
 Lempar bola medis (3 kg)
 dan sejenisnya.
Daya dari mekanisme anaerobik laktasid dipergunakan untuk mewujudkan gerakan-gerakan daya tahan anaerobik (anaerobic endurance/ stamina).
Contoh:
 Lari dengan kecepatan maximal selama antara 1-2 menit.
 Lari kijang (speed bound) 300 meter.
 Berenang dengan kecepatan maksimal 200 meter.
 Push ups dengan irama cepat selama 1 menit.
 Lompat tinggi angkat paha dengan irama cepat selama 1 menit 30 detik.
 dan sejenisnya.
Dalam lingkup kemampuan anaerobik, kepentingan fungsional (peran) anaerobik alaktasid dan anaerobik laktasid adalah setara. Kapasitas anaerobik merupakan faktor pembatas kemampuan maximal primer oleh karena bila seluruh kapasitas anaerobik telah habis terpakai maka olahraga tidak mungkin dapat dilanjutkan, karena telah terjadi kelelahan yang mutlak (exhaustion), yaitu karena jumlah asam laktat di dalam tubuh tidak dapat ditoleransi lagi oleh tubuh. Kepentingan fungsional kemampuan anaerobik dan aerobik adalah juga setara. Oleh karena itu untuk memperoleh nilai Kebugaran Jasmani cara penghitungannya adalah sebagai berikut:
1. Tentukan nilai Kemampuan Anaerobik alaktasid dan Anaerobik laktasid
2. Hitung nilai kemampuan Anaerobik dengan menjumlahkan nilai kemampuan Anaerobik alaktasid dan nilai kemampuan Anaerobik laktasid kemudian dibagi 2 (dua)
3. Tentukan nilai Kemampuan Aerobik
4. Nilai Kebugaran Jasmani adalah jumlah kemampuan Anaerobik dan kemampuan Aerobik dibagi 2 (dua).
Agar nilai-nilai tersebut di atas dapat dijumlahkan, nilai-nilai tersebut harus diubah dulu menjadi T-score.
Rumus penghitungannya menjadi sebagai berikut:
[½ (anaerobik alaktasid + anaerobik laktasid) + aerobik]/2
Dalam hubungan dengan tes kebugaran jasmani, perlu diketahui tata-hubungan fungsional antara ES-I dengan ES-II, yang dalam perwujudan fungsionalnya adalah tata-hubungan antara kapasitas anaerobik dengan kapasitas aerobik. Aktivitas ES-I akan merangsang ES-II untuk menjadi aktif, yang selanjutnya aktivitas ES-II mendukung kelangsungan aktivitas ES-I, artinya tidak mungkin terjadi ES-II menjadi aktif tanpa adanya aktivitas ES-I (rangsangan dari ES-I). Sebaliknya tidak mungkin terjadi ada aktivitas ES-I dalam durasi yang panjang tanpa dukungan ES-II.
Besar olahdaya (metabolisme) anaerobik menunjukkan tingginya intensitas aktivitas ES-I (= intensitas kerja/ olahraga) yang sedang terjadi/ dilakukan, yang merupakan indikator mengenai tingginya kebutuhan atau tuntutan akan O2, sedangkan besar olahdaya aerobik menunjukkan berapa besar olahdaya anaerobik yang dapat diimbangi, yang berarti berapa besar kemampuan ES-II untuk memasok O2 pada saat itu.
Dari uraian di atas dapat dikemukakan bahwa besar olahdaya aerobik yang terjadi ditentukan oleh besar rangsangan dari olahdaya anaerobik. Hal ini berarti bahwa besar olahdaya aerobik (besar pasokan O2) yang terjadi tidak mungkin melebihi besar olahdaya anaerobik (besar tuntutan akan O2) yang sedang berlangsung, kecuali pada pemulihan total atau parsial. Lebih lanjut dapat dikemukakan bahwa faktor pembatas kapasitas anaerobik adalah kemampuan otot (dalam kondisi fungsi ES-I lainnya normal), sedangkan faktor pembatas kapasitas aerobik adalah kemampuan jantung (juga dalam hal fungsi komponen-komponen ES-II lainnya adalah normal). Di bawah ini adalah bagan mengenai Olahdaya selengkapnya.
Komponen saraf dari ES-I dengan fungsi koordinasinya menentukan kemampuan ketrampilan, khususnya kemampuan ketrampilan gerak (kemampuan koordinasi) hasil pembelajaran. Dengan demikian secara fisiologis terdapat tiga macam tes kebugaran jasmani yaitu tes kebugaran jasmani terhadap: (1) kapasitas anaerobik, yang terdiri dari tes kapasitas anaerobik alaktasid dan tes kapasitas anaerobik laktasid (2) kapasitas aerobik dan (3) kemampuan ketrampilan kecabangan olahraga.
Dalam penerapannya perlu kita mencermati siapa populasi yang akan menjalani tes Kebugaran Jasmani. Bila populasi yang akan dites sangat heterogen (masyarakat umum) misalnya warga sesuatu Kelurahan atau sesuatu RT, maka tes KJ cukup terhadap kapasitas aerobik saja, oleh karena tujuan sebenarnya adalah untuk mengetahui derajat sehat dinamis populasi tersebut. Hal itu juga berkaitan dengan pengertian bahwa apabila kapasitas aerobiknya (fungsi ES-II) baik, maka tidak mungkin fungsi ES-I-nya buruk, oleh karena kapasitas aerobik yang baik hanya dapat dirangsang oleh fungsi ES-I yang juga baik. Artinya kalau kapasitas aerobik baik, maka dapat dipastikan bahwa orang itu bukan orang yang malas melakukan aktivitas fisik/ olahraga. Dalam hal tes yang akan dilakukan terhadap populasi yang homogen atau ingin (melakukan seleksi) untuk mendapatkan kelompok yang homogen, misalnya ketika merekrut calon mahasiswa FPOK/FIK, maka terhadap populasi itu dilakukan pengukuran terhadap kemampuan fungsional ES-I (Anaerobik) dan ES-II (Aerobik), dan tidak dilakukan tes ketrampilan kecabangan Olahraga. Sedangkan bila ingin melakukan tes Kebugaran Jasmani terhadap kelompok khusus (menyeleksi Atlet suatu cabang Olahraga tertentu), maka terhadap populasi dikenakan tes terhadap ES-I, ES-II dan kemampuan Koordinasi (ketrampilan kecabangan) cabang Olahraga yang bersangkutan. Oleh karena itu selayaknyalah setiap cabang Olahraga mempunyai Tes Ketrampilan Kecabangannya masing-masing. Dan, tes kebugaran ini akan menjadi lebih special apabila dihadapkan pada pemilihan tingkat kemampuan atlet elit untuk melihat prestasi yang diharapkan, sehingga tes yang dilakukan lebih spesifik untuk menggambarkan kondisi prestasi yang sebenarnya. Mis. Seorang pelari sprint 110 M GW dan 400 M GW dibutuhkan parameter tes berupa : (1) kemampuan anaerob alaktasid : dash sprint 60m (20m – 30m – 60m), Triple Hop, 10 Hop, Max Squat 150 m; (2) kemampuan anaerob laktasid : 300 m, 600 m, (3) kemampuan aerob : 15’ run (VO2 max) ; (4) tes Koordinasi/indeks teknik gawang, yaitu membandingkan hasil tes lari gawang 60 m dengan hasil tes lari 60 m tanpa gawang, jika perbedaan indeks-nya kecil (≤ 3 dtk) maka ia mempunyai kualitas teknik lari gawang yang baik dan sebaliknya (≥ 3 dtk) tekniknya belum baik.
Di bawah ini diberikan skema penerapan tes Kebugaran Jasmani berdasarkan Konsep Kebugaran Jasmani menurut Ilmu Faal Olahraga.

Bagan : Tata urutan prioritas tes Kebugaran Jasmani
BAGAIMANA KONSEP DASAR FISIOLOGI YANG MENJADI LANDASAN PENYUSUNAN TES KEBUGARAN JASMANI INDONESIA (TKJI) ?
Berdasarkan Konsep dan Cara Penilaian Kebugaran Jasmani menurut sudut pandang Ilmu Faal Olahraga tersebut di atas, maka sesungguhnya terdapat kesalahan konsep dalam menghitung nilai Kebugaran Jasmani pada TKJI. Tes Kemampuan aerobik seharusnya tidak diposisikan sebagai salah satu butir dari 5 butir tes TKJI, karena dengan menempatkan tes itu sebagai salah satu butir tes dari 5 butir tes dalam TKJI, maka peran kemampuan aerobik hanya menjadi sebesar 20% saja dari nilai Kebugaran Jasmani Testee ybs. Sedangkan seharusnya peran itu adalah sebesar 50%.
KESIMPULAN
1. Physical Fitness dapat diterjemahkan dalam beberapa istilah yaitu : kesegaran jasmani, kesanggupan jasmani, kesamaptaan jasmani dan kebugaran jasmani. Kebugaran jasmani merupakan terjemahan yang paling populer.
2. Secara harfiah arti physical fitness atau kebugaran Jasmani ialah kecocokan fisik atau kesesuaian jasmani. Dengan demikian kebugaran jasmani ialah kecocokan syarat-syarat fisik terhadap tugas yang harus dilaksanakan oleh fisik itu, baik syarat anatomis dan khususnya syarat fisiologis yang harus dimiliki oleh individu yang bersangkutan.
3. Penerapan Tes Kebugaran Jasmani harus dengan memperhatikan siapa populasi yang akan dites demi pencapaian tujuan tes dan efisiensi pelaksanaannya, karena pada dasarnya tes Kebugaran Jasmani dilakukan untuk mengetahui derajat sehat dinamis populasi yang bersangkutan pada saat itu.
4. Pengukuran tingkat kebugaran jasmani untuk kelompok Atlet sesuatu cabang Olahraga harus dilakukan dengan mengukur semua kemampuan fungsional yang harus dimiliki Atlet yang bersangkutan yang meliputi komponen kemampuan fungsional ES-1, kemampuan fungsional ES-2, dan tingkat penguasaan ketrampilan koordinasi (skill) kecabangan Olahraga yang ditekuninya.
5. Kesalahan pada TKJI ialah karena memposisikan nilai kemampuan aerobik sebagai salah satu dari 5 (lima) butir TKJI, sehingga nilai Kemampuan aerobik hanya menjadi tinggal 20% dari seluruh nilai Kebugaran Jasmani. Seharusnya nilai Kemampuan aerobik adalah 50% dari seluruh nilai Kebugaran Jasmani. Konsep dasar fisiologi TKJI perlu dikaji ulang dan dengan sendirinya juga cara penghi-tungannya.
KEPUSTAKAAN
1. Giriwijoyo,Y.S.S. (1992) : Ilmu Faal Olahraga, Buku perkuliahan Mahasiswa FPOK-IKIP Bandung.
2. Giriwijoyo,H.Y.S.S. (2000) : Olahraga Kesehatan, Bahan perkuliahan Mahasiswa FPOK-UPI.
3. Giriwijoyo, H.Y.S.S. dkk. (2000) : Makalah : Pelatihan “Tenaga Dalam” melalui Senam Pagi Indonesia, Pengaruhnya terhadap berbagai kemampuan Statis, Dinamis Anaerobik dan Dinamis Aerobik. Disajikan dalam Kongres dan Seminar Nasional Ikatan Ahli Ilmu Faal Indonesia, Denpasar, 13-17 Oktober 2002.
4. Karpovich, P.V. and Sinning, W.E.: Physiology of Muscular Activity, Chapter Sventeen: Health, Physical Fitness and Age, pg. 266-280; Chapter Eighteen: Tests of Physical Fitness, pg 281-294. W.B.Saunders Co. Philadelphia-London-Toronto, 1971.
Penulis
*) H.Y.S. Santosa Giriwijoyo, Prof. Emeritus, Drs. Physiol., Drs. Med., Dokter, Ahli Ilmu Faal dan Ilmu Faal Olahraga, pada Ikatan Ahli Ilmu Faal Indonesia (IAIFI) Komisariat Bandung dan Jurusan/Program Studi Pendidikan Kepelatihan Olahraga, Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Indonesia.
**) Dikdik Zafar Sidik, Doktor, M.Pd., S.Pd. Olahraga, Jurusan Pendidikan Kepela-tihan Olahraga, Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan, Universitas Pendidikan Indonesia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar